Minggu, 28 Februari 2010

KONTRADIKSI (3-habis)

1_

....

....

....

Jika mendengar nama Nurlatifah Umi Oktafiani, pasti angkatan 2 dan beberapa teman dekatnya akan langsung tertuju pada satu kata,

PEPAYA..!! (lho???)


Umi, biasa Penulis memanggilnya, memang suka sekali bin hobi banget alias doyan sekali makan yang namanya buah pepaya.

Kalo mau petisan atau ambil pepaya, jangan pernah ajak dia kalo pengen kenyang.

Entah itu mateng ataupun setengah mateng, Penulis yakin dia takkan membiarkannya tersisa sedikitpun. (hhe… lebay).


Bukan cuma satu, dua buah pun akan habis oleh dia seorang diri.

Ga percaya?

Tanya deh orangnya langsung!

Hebat…hebat….! (plok…plok…plok…!)

Kalo ga dimakan langsung, akan dipetisnya itu pepaya.

Kalo ga sama temen-temannya, sendirianpun dia akan kuat.


Satu lagi yang unik darinya, dia adalah orang yang mempelopori cara belajar ‘estafet’, walau kemudian sepengetahuan Penulis tak ada yang menirunya.

Penulis sebut estafet karena berhenti, kemudian lanjutkan, berhenti sejenak kemudian lanjutkan lagi. Persis seperti lari estafet, hanya bedanya dia sendiri pelakunya.

Selepas Isya seperti biasa dia belajar, tak lama kemudian dia akan tidur, tengah malam nanti dia akan bangun dan belajar lagi, kemudian tidur lagi, tapi tak lama nanti dia akan bangun lagi untuk kembali belajar.

Pokoknya mirip lagunya Almarhum Mbah Surip deh..!

Semangat belajarnya tinggi, dan patut di acungi jempol.

Dia kemudian yang mengingatkan Penulis pada sebuah kata mutiara, “Kualitas hidup sesorang bukanlah pada akhirnya, tapi ada pada prosesnya..!”





Ibonk panggilan kesayangan ibunya dan juga panggilan semua teman-temannya di angkatan pertama. Dan yang mengenal dirinya pasti akan langsung terbayang pada satu kata yang telah menjadi kebiasaannya,

Yaitu TIDUR..!


Ga di asrama, ga dikelas, ga di mesjid, ga selepas shubuh, setelah ashar, setelah Isyapun kadang –disaat teman-temannya belajar, kerjaannya adalah tidur.

Tapi yang aneh, kalo ulangan dia itu nilainya selalu besar.

Pokoknya semua ulangan, nilainya selalu lebih besar dari Penulis (kecuali Kimia ya Bonk..hhe.. bangga)

Dan semua teman-temannya baik seangkatan atau lintas angkatan, kalo belajar Biologi lebih banyak ke dia.

Dia adalah mentor pelajaran Biologi bagi Penulis khusunya dan bagi teman-teman angkatan pertama umumnya, ga Putra ga Putri..

Pokonya di mentor Biologi sejati deh..

Tapi kemudian, ada penerusnya, ga jauh beda kelakuan dan otaknya

Persis..!

Mungkin reinkarnasi kali ya..

Muhammad Irfan Hilmy Yusuf alias Ucup angkatan ketiga, Prasetya Ade angkatan kedua juga..!


Ada yang unik lagi dari laki-laki kelahiran Pandeglang awal Januari 1992 ini, dan tentunya kontradiksi dengan Umi juga.

Dia ga suka yang namanya pepaya,dan bukan hanya pepaya, tapi semua jenis buah-buahan tidak dia sukai.

Makanya sudah tak asing lagi dan menjadi sesuatu hal lumrah jika ada pencuci mulut setelah makan, teman-temannya selalu berebut untuk meminta paling awal, termasuk Penulis. Disini diberlakulah sebuah mahfudzot yang terkenal, man jadda wajada. Hahaa…


Pernah suatu hari diperjalanan pulang setelah lomba Olimpiade, dia mengemukakan alasannya kenapa di tak suka makan semua jenis buah-buahan semenjak kecil.

Tapi kemudian saat ini Penulis lupa denga apa yang dia kemukakan saat itu.

Dialah Muhammad Iqbal Nugraha.

Orang yang hobinya tidur dan tak suka semua jenis buah-buahan, (sepertinya ada keterkaitan tuh, buah-buahan dan tidur, boleh jadiin judul Karya Ilmiah)

Bahkan konon, saat ini pun kebiasaannya tidur tidak ia tinggalkan walau sudah duduk di bangku kuliah.

Ia menggunakan pesan dari salah satu ustadzah, “istiqomah adalah lebih baik dari seribu karomah”

Dialah Ibonk, orang yang juga paling muda di angkatannya, namun disegani dalam belajar.

Ini dia, akhwat satu-satunya yang paling seneng berantem dengan Penulis di dunia nyata tapi justru paling akur di dunia maya.



2_

...

...

...


Tri Mega Raesita itulah nama lengkapnya.

Cianjur kota kelahirannya, itupun katanya.

Bayah tempat tinggalnya.

Tapi kok malah Pandeglang konsulatnya.

Akhwat yang menamakan dirinya Sang Awan ini, entah kenapa hingga saat ini Penulis tak pernah tahu, termasuk orang yang perhatian dimata Penulis.

Pernah saat pelipis Penulis sobek karena suatu insiden, ia begitu perhatiannya pada Penulis.

Tapi tunggu, jangan curiga dulu, ia melakukan itu hampir ke setiap orang.

Dan tidak salah jika kemudian ia dipercaya oleh teman-temannya untuk menjadi qismus shihah, bagian yang mengurusi orang-orang yang sakit.

Begitu perhatiannya kepada orang lain, terkadang terlihat berlebihan.

Sampai-sampai Penulis pernah bergumam, “kayanya ni orang lebih perhatian ke orang lain daripada ke dirinya sendiri ya..”





Dedi…

Nama lengkapnya Dedi.

Cuma empat huruf

D

E

D

I

Cukup Dedi.

Dedi Saja.

Dedi Doank..

Tidak lebih.

Hhe..

Mungkin karena namanya yang sedikit itu yang menyebabkan perhatiannya pada orang lain jadi sedikit juga. (menduga-duga)

Lelaki kelahiran ini terkenal sebagai manusia paling cuek di antara teman-temannya.

Makanya jika ada pemilihan ketua panitia, pasti teman-temannya berkonsolidasi dan menggalang kekuatan di belakang (gerakan bawah tanah ceritanya, hhe..) agar dia terpilih sebagai ketua. Dan tanpa sepengetahuannya.

Ini di tempuh agar dia lebih perhatian kepada orang-orang yang dipimpinnya.

Karena kebiasaan ikhwan CM jika ada pemilihan ketua, pasti tak ada satupun yang mau, mengingat beratnya amanat yang harus diemban. Tapi jika sudah terpilih, seberat apapun dan sebesar apapun tanggung jawab yang diterima, pasti akan di laksanakan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab. Dan itu terjadi pula pada pria yang terkenal kadang kocak ini.

Entah mungkin karena sudah watak dan adat seseorang, dan memang mungkin kebiasaannya yang menyebabkan dia selalu terlihat belajar sendiri, dan orang yang paling sering tak di temukan di perkumpulan-perkumpulan dan kegiatan.

Baik kumpul kelas, angkatan ataupun seluruh siswa.

Jadi kesannya terlihat seperti tidak peduli dengan kegiatan yang ada dan apa yang sedang terjadi.

Tapi Penulis yakin, dia tak seperti yang kebanyakan teman-temannya duga, dan saat inipun dia mungkin telah meninggalkan semua itu.

Apalagi saat ini dia telah aktif di salah satu organisasi mahasiswa besar di tempat menuntut ilmunya di Semarang sana.

Dan semoga, dengan keaktifannya itu di bisa menjadi orang yang paling peduli dengan diri sendiri (yang itu sudah pasti), orang lain, masalah-masalah kemanusiaan, deeLeL.


THE END..



Penulis : “Mungkin hanya sedikit yang kuketahui tentang kontradiksi yang ada diantara teman2 dan adik2ku di sekolah yang telah menjadikanku seperti sekarang ini. Semoga ada yang mampir ke blogku ini dan menyempatkan diri untuk membacanya dan syukur2 kalau kemudian menambahkan dan mengembangkannya..”

Jumat, 19 Februari 2010

The Wise Messages

Lewat tengah malem, ga bisa tidur, maenin laptop orang, tiba-tiba ana inget kata-kata dari orang-orang yang begitu berarti dalam hidup ana ampe detik ini..

si mamah, "rek dimana wae hirup, nu penting mah jujur, Ci.."

si kaka, "urang kudu nyieun imah jeung mamah,.."

Abah, "ulah jadi polisi nyah..?!"

alm. Ema, "nu rajin ngaji!"

ka Samil, "ulah ngarokok, maneh..!!"
atau ada lagi kata-katanya yg masih ana inget, pas ana kecil, sore-sore lagi maen bola sama temen, tiba-tiba dari jauh ka Samil teriak, "ngaji..!!!"

bu Dewi, "sing prihatin nya, Ci..." (saat hendak masuk CMBBS)

pa Iwan, "bermimpilah..! mumpung gratis", (beliau yg pertama kali ngajari ana ttg keberanian bwt bermimpi)

ust. Najwa,
"sebaik-baik belajar adalah mengajar" (saat hendak ke Assa'adah)

ana pengen ketemu mereka, pengen ngobrol, pengen berbagi, minta saran, masukan, pengen cerita,,
pengen nangis kalo diizinin mah...!

Kamis, 04 Februari 2010

Hukuman Para Koruptor

Penulis pernah bertanya kepada beberapa teman tentang hukuman bagi para koruptor.
"kira-kira hukuman apa sih yang pantes buat para koruptor?"
"disekolahin lagi aja..!"
cetus seorang teman secepat kilat setelah Penulis selesai mengajukan pertanyaannya.
Semuanya pun tertawa mendengar jawaban itu.
Dan setelah itu topik berganti tanpa membahas kata-kata tadi.


Sederhana memang jawaban salah seorang teman Penulis tadi. Sepertinya dia berbicara tanpa pikir panjang hanya ceplos-ceplos saja tanpa sebuah pemikiran yang dalam.


Bagaimana tidak, disaat sebagian bahkan hampir seluruh rakyat di negeri ini menginginkan para koruptor di hukum seberat-beratnya, hukuman mati kalau bisa, tapi dengan entengnya dia mengatakan agar disekolahkan lagi saja. Pemikiran yang aneh menurut sebagian besar orang.

Tapi setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang dikatakannya itu, walau memang kedengarannya sederhana dan seperti sebuah guyonan saja.


Orang-orang korupsi atau yang lebih kita kenal dengan para koruptor, yang kebanyakan dari mereka adalah pejabat-pejabat penting negara, adalah orang-orang yang pintar.Lihat saja gelar yang mereka miliki didepan dan belakang nama mereka. Berderet seperti kereta.Semua gelar ada..!
(mungkin yang ga ada cuma almarhum aja kali ya..? hhe...)

Sekolahnya saja dari SD hingga sarjana, atau lebih.
Penulis yakin minimal mereka menghabiskan waktu sekitar 16 tahun untuk menuntut ilmu.Jadi kenapa mereka harus disekolahkan lagi??


Walaupun mereka pintar, memiliki banyak gelar, sekolah bertahun-tahun hingga ada yang ke negeri orang. Tapi sayang seribu sayang, ternyata kepintaran mereka tidak dipergunakan pada tempatnya.
Tidak pada pada hal-hal yang benar.

Mereka memang pinter, pinter 'ngibulin' istilahnya, pinter berbohong, pinter berargumen, pinter mencari alasan untuk membela diri ketika mereka salah, pintar mencuri uang rakyat, pinter bersembunyi dari penglihatan manusia.
Mereka pintar, pintar dalam hal-hal buruk.
Tak pintar dalam berbuat baik.
Mereka tak pintar dalam melayani masyarakat.
Naah..!
Dalam hal ini mereka harus di buat pintar.
Alias harus 'disekolahkan' lagi..!