Kamis, 21 Januari 2010

KONTRADIKSI (2)

Penulis: “dah lama amat ga ngblog, trakhir…… 2009, skarang dah 2010.
wah dah staun yah..!
Sampe
-sampe lupa kalo ternyata ada proyek yang dah lama terpendam di flasdisk ane yang lom di publish lewat ni blog... Hmmm… sorry yang dah nungguin KONTRADIKSI yang ke-2.!
Maklumlah orang sibuk. Hha..!”

(idihh..! PeDe amat
nih orang…! Heee..)

i
ni dia kontadiksi bagian kedua
selamat membaca...


the first couple,,


Penulis hanya mengenalnya dengan nama Sabrina M., tak lebih.

Perkenalanpun terjadi melalui sebuah jejaring sosial sejenis Facebook dan Friendster di dunia maya. Kemudian saling berkirim pesan tanpa Penulis tahu siapa dan bagaimana Sabrina M. ini. Penulis penasaran, maka mulailah ia hunting tuk mencari tahu siapa orang yang dalam foto Jejaring sosialnya hanya seekor kucing bertopengkan boneka berwarna hijau muda. Pokoknya aneh gitu deh….

Hasil pencarian di dunia maya ternyata gagal. Penulis mulai penasararan dan semakin penasaran karena ia bilang, “Orang saya sering ktmu alakh ko Alakh'y aja g knal..”

duh siapa sih nih..?

Penulispun semakin penasaran di buatnya.

Perhatianpun lama tak tertuju padanya, karena Penulis merasa hasil usahanya tak mebuahkan hasil.

Akhirnya tak di sengaja, informasi tentang dirinyapun ditemukan saat survey yang dilakukan langsung ke markas “Sang Target”.

Sempat bingung karena di CMBBS, selain Rina Ratnasari angkatan ketiga, tak ada lagi anak putri yang panggilannya Rina, (panggilan versi Penulis,)

Sabrina yang Penulis kira panggilannya adalah Rina ternyata lebih dikenal dengan panggilan Rani.

Karena huruf M pada namanya adalah kependekan dari Maharani. (pantees di sebut Rani…) dan di tambahkan pula nama bulan kelahirannya di antara kedua namanya itu.

Ya! Sabrina Octavia Maharani!

Orang yang telah membuat Penulis penasaran berbulan-bulan.

Ternyata jangankan di Jejaring sosial atau blog teman-temannya di dunia maya, di laptop teman-temannya sekalipun sangat kecil kemungkinan untuk bisa menemukan foto dirinya. Apalagi jika ingin mencari fotonya yang berpose sendirian. Rasanya tidak mungkin.

(buktinya, Penulis harus berkeliling ke lebih dari 5 anak CM hanya untuk mendapatkan fotonya, dan hasilnya pun ga bagus-bagus amat, liat aja foto disamping. *dapet nge-crop*)

Mungkin satu-satunya foto yang bisa ditemukan, hanya di ada di database CMBBS.

Semua itu dikarenakan dia benci, tidak suka, alergi, Phobia, -atau apalah bahasa lainnya, terhadap yang namanya kamera.

Dia tidak suka dan tidak ingin jika dirinya diabadikan lewat gambar. Dia akan menyingkir atau bahkan kabur jika ada seseorang yang akan mengambil fotonya.

Sebenarnya dia punya dua persamaan denga pernulis, pertama senang dengan warna hijau dan kedua tidak suka jika dipotret, hanya kalau Penulis tidak seanti Sabrina ini.

Pernah dalam sebuah kejadian di sebuah acara, ia berada di depan teman-temannya, sebagai pembawa acara pula. Dan ketika fotografer (baca sie dokumentasi) ingin mengambil gambarnya, dengan spontan dia menghalangi wajahnya dan menolehkan mukanya ke belakang.

Dan hal seperti ini bukanlah hanya sekali dua kali terjadi.

Perempuan yg hampir seluruh keluarganya berdomisili di Bali ini punya alasan yg masuk akal tentang sikapnya itu, katanya, dia ga suka liat hasil foto wajahnya, menurutnya, wajahnya better di liat di cermin daripada di hasil foto.

Unik memang, mengingatkan Penulis kepada Esthi Ayu Febriyani dari angkatan ketiga yang saat ini fotonya bisa di dengan mudah ditemukan. Itu karena dia kini sering ikut dan kemudian menang dalam perlombaan, dan memaksa dirinya harus meninggalkan keantiannya terhadap kamera.

Akankah Rani mengikuti jejak kakak kelasnya itu?

Waktu yang akan menjawabnya…!

Oya, lupa.. dia itu suka banget yang namanya maen game, dan kadang ketika ngobrol dia lebih banyak memperhatikan gamenya daripada wajah yang diajak ngobrolnya.. hhe..

Memang dia itu aneh…

Dan memang seperti itulah kata teman-temannya, perempuan yang aneh.

Hhe…



Muhammad Alifa Farhan.

Ini dia..! kontradiksinya Rani..!

Siapa yang ga kenal dia…

Orang yang paling narsis yang pernah ada di CMBBS.

Kalau lah bapaknya faham Marxisme adalah Karl Marx,

Kemudian bapaknya faham Fasisme adalah Hitler,

Dan bapaknya faham Nasionalisme adalah Soekarno dan Hatta,

Nah.. kalo bapaknya faham Narsisme adalah Alifa... hhe..

Pokoknya laki-laki kelahiran Tangerang 3 September 17 tahun yang lalu ini sangatlah akrab dengan yang namanya kamera. Dan kalo dah ketemu ma kamera, mulai tuh dia beraksi.

Pokoknya jangan pernah deh jadiin dia bagian dokumentasi kalo ada kegiatan.

Kecuali kalo mau tuh kamera bukan penuh oleh foto2 kegiatan, tapi foto2 dirinya..

Ia berhasil menyebarkan faham ini kepada teman2nya, lihatlah para pengikutnya. Sebut saja Adhina Mentari Asri,angkatan ketiga, Nurul Ismaya angkatan keempat adalah orang2 yang takkan pernah bisa diam kalo sudah berada di depan kamera, apalagi kalo itu kamera mereka sendiri yang pegang..

Sudah lah..!!

Jangan berharap penuh dengan foto-foto kegiatan.

(untungnya ada kamera digital, coba kalo kameranya masih jenis kaya dulu, tekor bandar buat cuci cetak..!)

Alifa berkeinginan sekali untuk menjadi seorang kakak yang baik bagi kedua adiknya, Fathin dan Naufal.

Dan dia juga ingin sekali menjadi pemimpin yang menjadi suri tauladan bagi teman-temanya. ia ingin menjadi seorang pemimpin yang menjadi panutan banyak orang.

Karena obsesinya itulah, mungkin kebiasaannya “beraksi” di depan kamera dan menyebarkan faham narsisme tidak akan bisa berhenti dan tidak akan bisa dihentikan.

Karena dia pernah berkata pada Penulis, “...gini al akh, menurut penelitian, (biasal lah peneliti.. ngomonginnya selalu dengan data-data dan fakta-fakta) kebanyakan pemimpin besar itu adalah orang-orang yang narsis”.

Itulah dia Alifa, yang sampai saat ini belum di temukan pengganti kenarsisanya dalam segala hal.

Alif.. Alif..!



Yang Kedua,..


Senangnya musik, hobinya menari dan main musik, kesukaannya segala sesuatu yang berekaitan dengan musik, kuliahnya pun saat ini di jurusan seni musik, dan cita-citanya sejak dulu memang ingin mengembangkan seni musik di Indonesia.

Seluruh hidupnya didedikasikan untuk seni Budaya dan seni Musik.

Pokonya dia tuh seniman tulen deh..!

Annisa Nurhadayati, atau Ninis dikalangan teman-temannya ia biasa dipanggil. Perempuan kelahiran Sumedang 17 tahun silam ini lebih senang Penulis panggil dengan sebutan Neng.

Kadang penulis merasa heran kemudian bertanya, dari siapa darah seninya itu mengalir, sepengetahuan penulis, kedua orang tuanya bukanlah orang yang bergelut di dunia seni.

Tapi aneh anaknya punya jiwa seni yang kuat sekali.

Peka sekali sama yang namanya not-not dalam tangga nada.

Walau diantara teman-temannya banyak yang bisa musik dan seni lainnya, tapi dialah yang sering diandalkan dalam hal seni.

Bahkan suatu saat ketika masih di Cahaya Madani, saat seorang ustadz yang akan mengikuti ajang lomba mencipatakan lagu bergengsi tingkat nasional, Annisalah yang diminta bantuan untuk membuat not balok lagu tersebut karena tak ada seorangpun yang bisa, kecuali dia.

Hingga akhirnya lagu yang dilombakan itu menang di level Nasional.

Memang bakat seninya ini sudah ada semenjak dia kecil. Ketika di SMP pun, (kebetulan Penulis satu sekolah dengannya) ia aktif sekali di kegiatan ekstrakulikuler yang berkaitan dengan kesenian.

Dan suatu hal yang sangat mungkin jika suatu saat ia akan menjadi salah satu seniman terbaik yang dimiliki Indonesia.



Kontradiksi dari Ninis,,.

Orang yang paling dekat dengan penulis, sangat amat dekat. Bahkan satu-satunya orang di dunia ini yang tahu tentang segala hal yang ada dalam diri penulis, entah itu kebiasaan buruk maupun kebiasaan baik. Dia tahu segala-galanya.. sumpah..!

Hhe..

Achmad Anwar Sanusi atau yang lebih dikenal dengan Uchie, merasa kalo darah musik tak mengalir dalam dirinya. Menurut laki-laki yang katanya suka blak-blakan jika bicara, ia tak bisa membedakan mana nada Do, Re, Mi dan kawan-kawannya. Apalagi jika harus diacak dan dibolak-balik, nyerah deh…!

Menurut sumber yang didapat, dalam kekosongannya dia tak suka mendengarkan musik atau lagu-lagu yang ngetrend saat ini.

Menurut pengakuannya pada penulis, dia sulit sekali mengenali nada, menghapal kunci gitar, syair lagu., piano dan alat musik lain, gendang sekalipun..

Dan kadang, bahkan sering sekali ia tidak mengenali suara orang yang dikenalnya lewat telepon. Walaupun orang itu teman dekatnya dan orang yang sering berbincang dengannya sehari-hari.

(itumah bukannya ga punya insting musik, tapi emang budeg aja kali… hha…)

Pernah dalam suatu study tour ke bandung pertengahan tahun 2008, (mungkin angkatan 2 masih ingat ini, terutama Icha, Ian, Agung) dia belajar sebuah lagu mati-matian. Karena selain popular, katanya juga enak untuk didengar.

Dari pertama berangkat dari CM hingga pulang kembali ke CM, dia berusaha belajar lagu yang cukup popular saat itu diiringi dengan gitar. Hingga akhirnya sedikit lancar. Namun apa yang terjadi setelah beberapa minggu kemudian, ia lupa total kunci-kunci lagu tersebut disusul kemudian liriknya pula…!

Tapi yang aneh, dikalangan teman-temanya ia justru dikenal senang bernyanyi dengan suaranya yang sember dan pas-pasan yang kadang mengganggu. Sampai-sampai ada yang menyebut suaranya seperti suara Doraemon udah gede..!

Hha…

Dan yang lebih aneh pula dia adalah salah satu anggota kelompok paduan suara dan selalu dibutuhkan dalam upacara bendera.

Dan yang lebih anehnya lagi, (walau belum bisa dipastikan kebenarannya) dia terkenal senang dengan salah satu jenis musik,

yaitu dangdut..!

APPA????

(ini orang ga jelas amat sih..! seneng apa kagak sebenernya ama musik..??!!)


yang ketiganya., (tapi bukan yang terakhir)


Harus Penulis akui, kalau akhwat yang satu ini salah satu primadona di CMBBS saat Penulis masih disana. Hhe…

Chita Okatviani Putri, akhwat yang tanggal lahirnya bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda ini ternyata senang banget yang namanya kucing.

(mungkinkah ada hubungan antara Sumpah Pemuda dengan Kucing? Hhe..)

Kesenangannya ini memang sejak dari dulu, sejak kecilnya katanya, walau ia tak tahu persisnya kapan itu mulai terjadi. Tapi yang jelas, koleksinya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kucing sangat banyak.

Entah dari yang hidup (kucing itu sendiri maksudnya), hingga yang tidak hidup (boneka misalnya).

Imut, lucu, ngegemesin, begitulah kucing dalam pandangannya.

Sebenernya banyak sekali anak CM yang menyukai kucing, mulai dari angkatan 1 hingga angkatan 3 (angkatan 4 lom nemuin orangnya). Tapi karena keterbatasan kata-kata dan tempat, tak Penulis tulis semuanya. Anggap saja Chita adalah perwakilan para pencinta kucing di Cahaya Madani.

Hidup Cat Lovers..!!



Nadya Mentari.

Kontradiksinya dari Chita.

Orok menes yang salah satu dari sekian banyak musuh penulis ini (perasaan Penulis seneng cari musuh ya??), phobia sekali dengan yang namanya kucing.

Sebelumnya sih, Penulis punya kandidat lain yang lebih phobia lagi dengan kucing, sebut saja Bu Yanti ibu TU semasa penulis masih SMA. Tapi karena belaiu(wati) bukan murid CMBBS, maka penulis tak mempertimbangkannya.

Atau ada pula anak angkatan 5 yang Penulis lupa namanya. Katanya sangat phobia dengan kucing. Tapi karena Penulis tidak mengenalnya, akhirnya penulis putuskan untuk menjadikan Nadya Mentari, Mahasisiwi UI jurusan Ilmu perpustakaan ini (qismul maktabah sejati ceritanya) sebagai kontradiksi dari teman seangkatannya, Chita.

Enut, begitulah panggilan yang disenangi Penulis pada dirinya.

Entah sejak kapan ia hobi benci pada hewan yang justru sebagian orang mengganggap lucu dan imut

Menurut pengakuannya, hal ini disebabkan ia membaca sebuah buku.

Buku percakapan jin dengan manusia.

Entah apa isinya.

Tapi yang jelas, semenjak membaca buku itu, ketidasenangannya pada kucing terus tumbuh dan semakin menjadi.

"kucing itu serem, apalagi kalo udah ngeliatin, serasa dikuntit."

begitu menurut pengakuannya.

Dan jika itu terjadi, dia akan lari menghilang dari pandangan sang kucing.

Dengang slogannya “I don’t wanna touch that animal” Nadya terus mempertahankan kephobiaannya hingga saat ini.

bersambung lagi...