Kamis, 05 Juli 2012

Perempuan-Perempuan Tangguh

"Katakanlah, 'aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai shubuh. Dan dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.’” (QS. Al-Falaq : 1-3).

Malam datang, aku panik sesungguhnya. Bukan karena aku ada di hutan belantara, bukan karena penerangan yang kugunakan apa adanya, bukan pula karena jalan setapak yang terjal sulit dititi saat gelap gulita. Bukan, bukan itu.
Ini semua karena 19 orang di belakangku, yang sudah hampir 4 jam bersamaku, menyusuri hutan melalui jalan-jalan setapak yang berliku, adalah perempuan!
Ya perempuan!
Hanya 1 orang laki-laki diujung sana, teman kost-anku, yang 24 jam lalu berhasil kuajak dia secara paksa agar mendampingi satu-satunya laki-laki yang kini ada di barisan paling depan, diriku sendiri.

Maka asma Allah tak henti-hentinya terucap dari bibirku, semenjak setengah jam lalu, saat jarum jam tanganku melintang membentuk sudut 180°, tanda pekat gelap menyelebungi lebatnya hutan, dipegunungan Kendeng yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Aku memohon perlindungan padaNya. Semoga tak terjadi apa-apa.
Bukan apa-apa, ini pertama kalinya aku menempuh perjalanan berjalan kaki yang cukup jauh bersama perempuan sebanyak itu. Aku tak mengenal sepenuhnya mereka. Yang kutahu hanyalah sebuah nama, itupun hanya satu dua, selebihnya aku hanya mengenal mereka dengan nama warna yang mendominasi pakaian dan kerudung yang mereka kenakan. :D
Terlebih lagi, hal yang tak ku inginkan sebelum perjalanan dimulai telah terjadi pada salah satu dari mereka. Walau tak seburuk apa yang ada dalam fikiranku.
Maka alasan aku menjadi panik, khawatir, cemas, atau apalah namanya, adalah wajar. Sewajarnya-wajarnya laki-laki yang bertanggung jawab atas 19 orang perempuan dan 1 orang laki-laki juga dalam gelap gulita ditengah hutan belantara.
Namun kepanikan, kekhawatiran, kecemasan, itu terjadi cukup hanya dalam hati, tak terekspresikan dalam bahasa tubuh. :p

Sesekali barisan belakang meminta (atau dengan permintaan) ku agar berhenti atau memperlambat jalan kami. Agar kami lebih merapatkan barisan, agar tak ada yang terpisahkan satu sama lain.
Sesekali pula kami berhenti mengecek jumlah anggota, takut-takut ada yang kurang, apalagi jika lebih. :D

Sekitar 10 km sebenarnya telah kami tempuh dari sore. Sebentar lagi memang menuju tujuan, dari 12 km jalan setapak yang harus kami tempuh. Tapi kata sebentar itu terasa amat lama bagiku. Entahlah, mungkin ini karena perasaan ku yang menyelubungi semenjak tadi.
Sungguh perjalanan ini sebenarnya tak lebih melelahkan daripada hujan-hujanan saat ke Baduy beberapa waktu lalu.
Namun aku lebih memilih hujan-hujan saja, fikirku.
Walau sebenarnya ‘penderitaan’ hujan-hujanan menyusuri hutan tak lebih baik daripada gelap-gelapan menyusuri hutan.
Hanya menyusuri hutan sambil hujan-hujanan dan gelap-gelapan lah yang tak lebih baik dari keduanya. Karena itulah puncak penderitaan. :D (Naudzubillah, jangang sampe dah)

Dan setelah 1 jam lebih menyusuri hutan penuh kegelapan, akhirnya kami tiba di tujuan akhir kami, Kampung Cibeo, salah satu perkampungan Baduy dalam. Suku yang terkenal anti modernisasinya itu.
“Teman-teman, Alhamdulillah kita telah tiba di Cibeo. Dibalik jembatan bambu sana kampungnya.” Ujarku, sambil menunjuk ke arah perkampungan Cibeo yang tak terlihat karena gelap gulita itu, hingga beberapa dari mereka berbisik tentang letaknya karena tak dapat melihat kampung yang kumaksud.
 
Sungguh aku benar-benar lega. Walau esok harinya harus melewati jalan-jalan setapak yang tak berbeda jauh dari jalan yang kami lewati tadi. (Memang kami mengambil jalan yang berbeda saat datang dan kembali).
Namun seberat apapun itu, aku tak khawatir karena esok kami akan menyusuri hutan-hutan yang sama saat pagi hari.

Dalam rumah salah seorang warga Baduy; beratapkan daun-daun Kiray yang disusun rapi, bertiangkan pohon Mahoni tanpa paku, berpanggungkan bambu Apus yang besar-besar itu, beralaskan tikar daun Pandan hutan, berlampukan sumbu disulut api yang diletakan dalam sebuah batok kelapa berisi minyak kelapa yang kemudian digantungkan ditengah ruangan, satu saja tak lebih, dengan ditambah kehangatan api sisa perapian dari tungku yang berasal dari kamar sang tuan rumah, aku mencoba mengenal lebih dekat mereka. Dan menghafal nama mereka terutama. :D
Mereka yang datang dari berbagai belakang; Mahasiswi, Karyawati, Penulis, hingga Ibu rumah tangga itu, lebih senang menamakan diri dalam 1  identitas, traveler! Bahkan beberapa dari mereka menamakan diri sebagai backpacker.
Mereka senang dan sering melakukan perjalanan. Baik berombongan yang diorganisir bareng-bareng, ikut agen travel, atau bahkan bepergian sendiri ala backpacker; menentukan itinery, budgeting dan persiapan sendiri, seperti yang senang aku lakukan.
Ah jarang aku bertemu dengan perempuan-perempuan seperti mereka.
Yang selama ini ku kenal adalah perempuan-perempuan yang hanya ingin nyaman saat berpergian, anti naik kendaraan umum, terutama ekonomi, apalagi kereta, tak mau menempuh perjalanan jauh, jangankan berhari-hari, satu haripun kewalahan.

Sebelum-sebelumnya, telah terlalu banyak tempat wisata yang mereka kunjungi. Dari wisata alam hingga wisata budaya. Bagi mereka, perjalanan ke Baduy adalah perjalanan wisata nomor kesekian tahun ini, bahkan bulan ini. Walau harus mereka akui, perjalanan ke Baduy adalah perjalanan yang terlalu ‘menyengsarakan’ untuk dilewati dalam hal trek yang dilalui. :D
Tapi walaupun begitu, (beberapa dari) mereka tak merasa kapok untuk kembali kesana.
Bahkan aku perhatikan ada dari mereka begitu bersemangat dalam menempuh trek yang ada.
Maka, walau beberapa dari mereka ada yang tersiksa selama perjalanan, hingga ada yang menyerah bahkan di awalnya, tapi buatku mereka adalah perempuan-perempuan tangguh.

Dan bagiku pribadi, perjalanan ke Baduy selalu menambah pengalaman dan pelajaran. Aku belajar banyak hal kemarin. Mulai dari tentang kesabaran, empati, hingga tentang keegoisan.
Dan perjalanan kemarin pun begitu menyenangkan sekaligus mengherankan. Bagaimana tidak mengherankan coba, obat yang terpaksa harus ku bawa dalam perjalanan untuk menanggulangi sakitku seminggu terakhir ini, yang sempat mengganggu UAS dan hampir membatalkan perjalanan kemarin, bukannya semakin dibutuhkan malah justru sebaliknya, tak dibutuhkan lagi sepulang dari sana. :D
Aku sepenuhnya sembuh!
Alhamdulillah! :)