Senin, 04 Maret 2013

Membelah Bukit

Ini tentang sosok yang mempunyai pengaruh besar dalam hidupku, yang begitu menginspirasiku, semenjak kecilku hingga saat ini.
Ini tentang kakekku, Abdul Mutholib-ku hingga kini. Mahbub bin Abdul Fakar bin Afiq.
Kakekku adalah pria yang tangguh dan pekerja keras. Masih tersimpan dengan baik dalam memoriku, saat ia ingin mengelola sebuah tempat yang dianggap tidak bersahabat; sebuah rawa, dipinggir sawah, cukup jauh dari perkampungan, dibiarkan saja tak terurus, penuh kubangan tempat mandi kerbau, dikelilingi semak belukar pula. Ceritanya dia ingin menjadikan tempat  itu sebagai tempat usaha. Orang-orang kampung menyarankan lebih baik cari tempat lain. Tak usah saja. Banyak yang meragukannya.
Memang karena sudah wataknya yang keras. Ia tetap ingin mewujudkan keinginannya itu. Maka berbulan-bulan ia, kedua anak laki-lakinya (yang tak lain pamanku), kakakku dan aku sendiri mengolah rawa yang sudah tak ada yang mau mengurusnya semenjak dulu itu. Berhari-hari kami menyingkirkan tumbuhan-tumbuhan rawa yang ada disana. Berbulan-bulan kami mencangkul, memadatkan tanahnya, mengelola airnya, membuat irigasi, mendirikan gubuk, memasang listrik, dan menuliskan plang ‘jual beli ikan dan pemancingan’. Ya, kami berhasil mengubah rawa yang terkenal tak bersahabat itu menjadi sebuah pemancingan yang ramai dan tempat berkumpul beberapa warga kampung setiap sorenya. Menjadi tempat nongkrong bapak-bapak, ibu-ibu yang membawa anak-anaknya bermain.
Dan yang terakhir, baru-baru ini kakekku yang keras itu mencoba membelah bukit. Sebenar-benarnya bukit, bukan kiasan. Ya, dia ingin membelah bukit dalam arti sebenarnya. 
Biar sedikit kujelaskan dengan gambar apa yang kumaksudkan. 


Pada  gambar itu ada sungai yang berbelok melingkari sebuah daratan. Ukuran lebar sungai sekitar 5-6 meter, ini adalah salah satu aliran sungai Ciujung yang melewati kampung halamanku. Hulu sungainya sendiri ada di Baduy dalam. 
Jadi ceritanya, kakekku ingin mencoba memindahkan aliran sungai Ciujung itu dengan meluruskannya membelah daratan. Membuat aliran baru untuk sungai. Dalam gambar dengan menarik garis lurus dari A ke B. Dan daratan itu bentuknya adalah sebuah bukit. Tinggi bukitnya sekitar 10 sampai belasan meter. Maka artinya ia ingin membelah bukit.
Aliran sungai yang berhasil ia pindahkan, ingin ia jadikan tempat pembibitan ikan. Airnya yang mengalir besar serta jernih sangat cocok untuk itu. Mimpinya ia ingin seperti apa yang ada di waduk Cirata, di Jatiluhur sana.
Banyak yang meragukannya, apalagi tempat dibalik bukit itu memiliki cerita mistis yang cukup terkenal. Banyak pula yang melarangnya untuk tidak meneruskannya. Tapi kakekku tak bergeming, ia tetap meneruskan.
Ya aku tahu dia tak lagi muda, tapi yang lebih aku tahu adalah semangatnya masih tetap muda dan akan terus muda. Katanya, ini pun mimpinya sejak ia muda.
Dan bulan kemarin, aku sempat ikut menaklukan bukit itu, bersamanya.  
Ini penampakkan bukitnya.
Yang berdiri paling depan itu kakekku (jika mengacu pada gambar sebelummnya, kakekku berdiri di B).
Sayangnya, kini dia sakit-sakitan. Akhirnya mamahku memutuskan untuk mengajaknya ke Pandeglang. Kini dia bersamaku di rumah. Semoga dia cepat diberi kesembuhan.

اللّمّ ربّ النّاس أذهب بأس إشفيه أنت الشّافىء لاشفاءًا إلّا شفائك شفاءًالايغادرسقماً ولا ألماً

Tidak ada komentar: