Jumat, 23 September 2016

Bekal Pulang

“The most important thing in this life is not this life.” – A. Riawan Amin
Hidup adalah sebuah perjalanan. Begitu kata orang. Kita menempuh satu dua rute untuk menuju satu dua tujuan. Kita jatuh-bangun-tegak-berdiri untuk meraih beberapa capain yang diinginkan. Rute dengan jalan-terjal-aral-merintang menghadang selama beperjalanan. Susah-senang-suka-duka pun dialami dalam menjalani kehidupan. Ya, hidup memanglah sebuah perjalanan.
 
Yang kemudian perlu selalu kita ingat bahwa perjalanan ini tak akan terjadi selamanya. Hanya sementara. Akan tiba masa kita harus kembali pulang, ke kampung halaman kita sesungguhnya. Maka sudah seharusnya ada yang kita bawa. Bukan karena itu adalah buah tangan untuk sanak saudara, tapi dalam perjalanan ini kita memang diharuskan membawa bekal sebagai prasyarat menjalani kehidupan selanjutnya. Hidup di kampung halaman, selamanya. Sebaik apa bekal kita, sebaik itu pula hidup kita di sana, pun begitu sebaliknya.
 
Keindahan dan kesenangan selama beperjalanan seringkali membuat kita lebih fokus pada perjalanan dan lupa pada apa yang harus dipersiapkan untuk pulang. Hingga kadang kita berfikir bahwa apa yang sedang dijalani saat ini akan selamanya dinikmati.
 
Menjadi lucu jika kita terlalu menikmati perjalanan hingga lupa membeli tiket pulang. Bahkan lupa pada pulang itu sendiri. Lupa bahwa kita punya tempat pulang yang sesungguhnya. Dan itulah sebenar-benarnya tujuan perjalanan. Beperjalanan untuk kembali pulang. Sejatinya tiket pulang sudah seharusnya dipersiapkan semenjak dini. Persiapan bekal untuk dibawa pulang tak harus ditunda-tunda nanti. Karena perjalanan ini, kita tak pernah tahu kapan akan diakhiri.
 
Sungguh hidup ini hanya sekejap. Perbandingannya hanya dua jam menurut perhitungan akhirat. Tak lebih dari dua jam bahkan. Maka kemudian Rasulullah menggambarkan bahwa kita dalam menjalani hidup, layaknya seorang pengelana yang duduk beristirahat sejenak di bawah rindangnya pohon lalu kemudian meninggalkannya. Hanya beristirahat sejenak, tak sampai terlelap, apalagi menetap. Namun rindang dan sejuknya naungan pohon saat terik sinar matahari kadang bisa menjadi serasa surga.
 
Maka setelah sampai sejauh ini menempuh perjalanan, sudah sebanyak apa persiapan bekal kita untuk pulang? Sekali lagi, kita tak pernah tahu kapan perjalanan ini akan diakhiri. Entah nanti, atau beberapa saat lagi.