Kamis, 30 September 2010
Tangga Kesuksesan
Bahwa ketika kita merencanakan untuk mendaki gunung, yang menjadi tujuan kita adalah mendaki gunung tersebut, fokus utamanya adalah menaklukan gunung tersebut.
Yang kita pikirkan adalah hanya bagaimana caranya agar sampai di puncaknya.
Segala cara dan upaya akan kita lakukan untuk bisa berada di puncak gunung yang kita inginkan itu.
Sama halnya ketika kita mempunyai sebuah cita-cita dan keinginan-yang kata orang bijak, gapailah cita-citamu setinggi bintang di angkasa.
Banyak cara yang kita lakukan untuk menggapai cita-cita yang setinggi bintang diangkasa tadi.
Segala cara dan upaya pula akan dikerahkan untuk mewujudkan apa yang menjadi harapan kita.
Kebanyakan dari kita, atau mungkin hampir dari semua dari kita, mencari bagaimana bisa berada di puncak tertinggi dari apa yang kita cita-citakan tadi.
Tapi ternyata ada hal yang luput dari pikiran kita.
Tanpa disadari, ketika kita hanya memikirkan bagaimana cara kita berada di puncak kesuksesan dan cara untuk melakukan perjalanan ke puncak yang kita inginkan itu, ada hal yang tidak pernah kita pikirkan.
Yaitu..,
Setelah kita mendaki gunung untuk mencapai puncak tertinggi, terkadang kita lupa bagaimana cara untuk turun dari puncak yang telah kita daki tersebut agar bisa kembali ke tempat asal kita berangkat.
(padahal lebih banyak orang tersesat saat turun dari gunung).
Setelah kita naik meniti tangga, terkadang kita lupa akan bagaimana kita bisa turun dari tangga tersebut.
Sama halnya ketika kita meniti jalan menuju kesuksesan, pikiran kita terpusatkan hanya untuk memikirkan dan merencanakan bagaimana kita bisa berada di puncak tanpa pernah memikirkan bagaimana cara menuruni tangga kesuksesan tadi.
Secara tidak langsung, ternyata kita telah merencanakan setengah perjalanan.
Tak merencanakan perjalanan yang sepenuhnya.
Menuruni tangga kesuksesan Penulis analogikan menjadi dua,
Pertama benar-benar turun dari tangga kesukesan. Itu artinya kita jatuh dari tangga kesuksesan tersebut.
Jika dimisalkan usaha, bangkrut atau gulung tikar istilahnya.
Kita jarang memikirkan hal tersebut karena memang kita tidak menginginkannya.Tapi apa yang pernah Penulis sampaikan, bahwa tak semua apa yang kita inginkan di dunia ini bisa terwujud dan sesuai dengan keinginan kita.
Hidup bagai roda yang berputar kadang di atas dan kadang berada di bawah.
Jadi apa salahnya kita berfikir bagaimana cara menghadapai keadaan turunnya kita dari tangga kesuksesan.
ketika kita siap sukses, saat itu pula kita harus siap gagal. agar ketika keduanya terjadi, kita benar-benar siap menghadapinya.
Dan yang kedua,
Menuruni tangga sama halnya dengan menyebarkan atau mengalirkan kesuksesan yang kita peroleh kepada orang lain. Bagaiamana kita bisa memanfaatkan apa yang kita peroleh dan kita miliki untuk kesejahteraan orang lain. Tidak hanya untuk sendiri.
Bagaimana menjadikan orang lain sukses adalah termasuk apa yang harus kita pikirkan ketika berada di puncak tangga kesuksesan.
bagi Penulis, itu salah satu makna dari “khorunnaasi anfa’uhum linnaasi”
Sabtu, 28 Agustus 2010
Nikmati saja...
Memang tidak semua apa yang kita inginkan di dunia ini bisa terwujud.
Inginnya nilai sepuluh dalam ujian, tapi kenyataannya tidak.
Inginnya juara kelas dalam satu semester, tapi kenyataannya tidak,
Inginnya kuliah di perguruan tinggi impian, tapi kenyataannya tidak,
Inginnya kerja enak dan mendapatkan pengahasilan besar, tapi kenyataanya tidak,
Inginnya hidup mewah dan enak, tapi kenyataannya tidak.
Dan banyak lagi keinginan-keinginan lain, yang kemudian ada yang menjadi kenyataan, namun banyak pula tidak mejadi kenyataan seperti yang kita harapkan.
Tapi memang seperti itulah hidup.
Tak selalu menyenangkan,
Tapi tidak pula selalu menyedihkan.
Jadi inget reff sebuah lagu seorang kawan Penulis,
“....hidup ini tak slamanya senang, tak slamanya susah, slalu berubah..…”
Jika kita dalam keadaan senang, pastilah kita akan ikut senang dan gembira dan menikmati itu semua. Tapi jika kemudian kita dalam keadaan susah, kebanyakan dari kita menggerutu dan kemudian sedih dan kehilangan semangat hidup yang akhirnya menyebabkan keputusasaan.
Seharusnya kita berlaku adil.
Jika senang, nikmatilah itu,
dan jika kemudian susah, nikmati pula lah itu.
Karena jika tidak dinikmati, waktu untuk melewati hari-hari itu akan sangat menyiksa diri kita.
Akan terasa sekali penderitaan kita, saat hari-hari yang penuh kesedihan dilewati dengan kesedihan dan ketersikasaan pula.
Daripada melewati hari-hari dengan penuh ketersiksaan, cobalah mulai untuk menikmati penderitaan dan kesusahan yang kita alami.
Ikhlaskan apa yang tidak dapat diraih dan syukuri apa yang telah didapat.
Hadapi dengan sabar apa yang memang tidak enak itu. Karena dengan kesabaran itu, Allah akan merubah keadaan yang dialami.
Dan seperti sebuah kata bijak klasik yang sering kita dengar, bahwa dunia ini seperti roda yang terus berputar. Kadang di bawah dan kadang diatas.
Kadang senang kadang juga susah.
Jika sedang berada di atas, semua orang pasti senang, tapi kemudia jika di bawah seharusnyalah kita menerima dengan ikhlas dan mengubah diri kita untuk berusaha menikmati semua itu.
Walau terkadang itu sulit, nikmati sajalah!
Karena semua itu pasti akan berlalu..!!
Sabtu, 10 Juli 2010
Novel..
Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 & 2, Tetralogi Laskar Pelangi dan Dwilogi Padang Bulan.
yang terakhir baru kuselesaikan beberapa hari yang lalu.
Ternyata seru juga baca novel..., (atau karena yang kubaca itu kesemuanya best seller ya??)
Jika saja ada blok novel dan blok nonnovel (semisal blok barat dan blok timur) aku adalah termasuk golongan blok nonnovel.
masih ingat ketika masih SMA, aku dan teman-temanku -walau bukan yang berada di barisan terdepan, selalu menyinggung orang-orang yang gemar sekali membaca novel hingga beratus-ratus halaman, yang tebalnya memungkinkan dijadikan bantal (kalau ditumpuk) dengan perkataan, "novel yang tebelnya minta ampun aja bisa ditamatin, masa Al-Qur'an sama artinya ngga??"
sebarnya niat kami menyinggung agar mereka tidak terlalu terbuai dengan membawa dan membaca hampir setiap hari hingga pelajaran atau bahkan Al-Qur'an terlupakan hingga jarang di baca).
Karena menurut kami, kebanyakan yang dibaca adalah novel cinta.
begitulah aku dan teman-temanku.
Menjelang akhir SMA, aku mulai merasa tertarik dengan yang namanya novel..
hingga akhirnya kuputuskan untuk mencoba membaca novel.
Bagiku ada hal-hal menarik yang tak ada dalam buku-buku bacaan lain, dalam buku-buku yang biasa ku baca.
Cara bercerita yang mengalir, dapat divisualisasikan denga daya imajinasi membuatku tertarik dengan novel, dan juga hal-hal dan pengalaman-pengalaman si penulis yang kadang dicantumkan dalam novelnya membuatku dapat mengambil pelajaran dari novel tersebut.
Apalagi novel-novel karya Andrea Hirata yang merupakan pengalaman pribadinya..
Intinya, aku berusaha mengikuti hidup seseorang dan mengambil pelajaran-pelajaran dalam hidup yang dijalaninya, yang -walaupun tidak semuanya dan detail, tertulis dalam novel..
Namun walaupun begitu, aku belum memutuskan untuk membaca novel lagi. Hingga aku temukan novel-novel sebagus atau setara dengan novel-novel yang pernah ku baca.
Entah sampai kapan,..
Dan itu artinya..
aku masih blok nonnovel atau.,
mungkin sudah mulai tidak memihak kedua2nya (blok novel dan nonnovel), alias non blok..??
Jumat, 25 Juni 2010
أشكرك الله
Seolah tak percaya bisa melewati masa-masa yang cukup sulit setahun ini,,
Ketika teman-temanku bisa menghadiri perkuliahan seratus persen, aku harus rela izin berkali-kali untuk hal yang tak bisa kutinggalkan di pondok.
ketika teman-temanku menghabiskan akhir pekannya dengan berlibur, berjalan-jalan mengobati kepenatannya, dengan kekasihnya ataupun dengan kesendirian mereka, aku tak pernah bisa merasakan hal itu.
Begitu juga,, ketika teman-temanku menghabiskan uang jajan di kantin atau tempat lain, aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan keinginan itu, demi sebuah penghematan.
Ketika teman-temanku menunggu kiriman dari orang tua mereka tiap akhir bulannya, sekalipun aku tak pernah merasakannya.
Dan,,
ketika teman-temanku bisa fokus pada satu disiplin ilmu yang dipelajari, aku harus berbagi fikiran dengan yang lain.
Jujur aku masih cinta kimia..
Aku ingin menjadi Al-Ghazali yang haus akan ilmu, aku ingin menjadi Ibnu Sina yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu,
Kecewa, saat untuk pertama kalinya dalam hidupku di usir oleh Dosen dari kelas karena sudah sangat amat terlambat,
Malu, saat harus di sebut ‘si tukang telat’ karena selalu telat saat Mata Kuliah pertama karena harus menunggu lama angkutan umum yang tak kunjung datang,
Khawatir saat tak bisa membeli buku kuliah hingga harus berbagi untuk sebuah buku dengan teman setiaku di SMA, Suhendra,
Thanks, dra…!
You’re my best friend
Bingung, saat bagaimana bisa pulang ke pondok karena kehabisan ongkos, hingga terpaksa harus menginap di kost an teman dan mengerjakan makalah teman esoknya untuk bisa pulang.
(sangat) Bosan, saat menunggu berjam-jam di dalam angkutan umum agar bisa penuh karena penumpangnya yang jarang.
Risih, saat berangkat kuliah dengan menumpang mobil dapur yang hendak ke pasar, lagi-lagi demi sebuah penghematan.
Masih ingat, ketika teman-temanku selama minggu tenang menjelang ujian mempersiapkan untuk menghadapi UAS, aku masih di sibukkan dengan pekerjaan pondok hingga malam H-1 sebelum UAS.
Tapi semunya bisa terlewati selama setahun ini, karena katanya tahun pertama itu adalah tahun-tahun sulit yang setelah itu akan terasa lebih mudah.
Puas rasanya bisa kuliah tanpa pernah menyusahkan mamahku dirumah,
Tanpa pernah menjadi beban baginya, tanpa pernah merasa menyusahkannya,..
Tapi bukan berarti ia berlepas tangan dari semua ini.
Tapi justru aku dapat bertahan hingga saat ini, bukan karena apa-apa melainkan karena do’anya yang dipanjatkan setiap malamnya untuk anaknya ini.
Aku tahu itu.
Mungkin dia tidak memberiku bantuan materi, tapi dia memberikanku bantuan yang justru tak bisa tergantikan oleh materi.
Terima kasih mah, yang membuatku bertahan hingga detik ini..
Aku bersyukur sekali.
Kadang ku tak percaya bisa bertahan hingga saat ini.
Asyukuruka Ya Allah.,
Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wa syukrika wahusni ‘ibadatik…
Rabbana auzi’na an nasykuro ni’mataka allati an ‘amta ‘alaina wa’ala waalidaina wa anna’mala shoolihan tardhoh wa adkhilna birohmatika fi ‘ibaadika asshoolohin.
(Refleksi Kuliah di Tahun Pertamaku)
Rabu, 26 Mei 2010
motivasi
Ucap seorang supir sebuah angkutan umum pada Penulis yang seolah baru mendengar kata-kata itu.
Kalimat itu benar-benar seperti belum pernah Penulis dengar sebelumnya.
Suatu hal yang baru rasanya dalam hidup.
Padahal, Allah Maha Adil, Allah Maha Pengasih, Syukur dan menikmati apa yang diberi adalah hal-hal yang telah dikenal Penulis sejak kecil.
Perjalanan yang cukup singkat, tidak lebih dari 10 menit menuju kampus, benar-benar berbekas di hati Penulis.
Walau sebenarnya tak banyak yang dibicarakan, tapi si Bapak yang telah beruban itu, sambil tatapan matanya tetap kedepan memperhatikan jalan, seolah memberikan ‘wejangan’ sebagai motivasi diawal hari Penulis menuju tempat menuntut ilmu.
Entah siapa nama supir angkutan umum yang kelihatan sudah renta namun masih terlihat bugar itu, tak Penulis tanyakan. Tapi yang jelas pagi itu, satu hal yang di dapat; bahwa motivasi, perhatian, penghargaan dari orang lainpun sangatlah penting.
Walau sebenarnya kata-kata tadi sering di dengar dan diketahui Penulis, namun ketika kata-kata itu keluar dari mulut orang lain akan terasa lebih maknanya.
Apalagi jika orang tersebut orang yang spesial.
Karena katanya, manusia punya yang namanya “need of admiration”, kebutuhan dasar untuk di perhatikan, dihargai, dipuji.
Beruntunglah orang-orang yang sering mengalah untuk kemudian memuji, menghargai, menyanjung orang lain.(dengan catatan tidak mengada-ada dan jujur)
Memberi motivasi dan dukungan kepada orang lain.
Karena dia telah membuat orang lain bahagia, damai, tentram dan menjadikan orang lain lebih siap untuk menjalani hidup.
Ayo hargai dan beri dukungan orang lain..!
Rabu, 14 April 2010
Tidakkah Kau Tahu...
Kemaren ceritanya pulang, dan sempet ngobrak-ngabrik buku-buku terpendam gitu. Dan saat ku buka buku tipis lapuk yang baru kusadar bahwa itu ternyata my most secret book, kutemukan sebuah lembaran yang membawaku ke 2 setengah tahun yang lalu, saat dimana kubaca lembaran itu didepan teman-teman seangakatanku. Yang kemudian membuka kembali kenanganku akan makna yang telah terpendam dan menjadi memori tak terlupakan itu....
Kubaca catatan kecil di secarik kertas itu,
Ku resapi tulisan di sobekan kertas yang hanya setengah itu,
Ku fahami makna yang tercantum di kertas lusuh itu,
Kubaca…
Kubaca …
Dan aku pun seolah tak berada di tempatku berdiri…
“……..
Tidakkah kau tahu …………………untuk cinta pada-Nya
Tidakkah kau tahu perkumpulan mengajarimu untuk menghargai
Tidakkah kau tahu percakapan mengajarimu untuk menahan emosi
Tidakkah kau tahu perintah mengajarimu bertanggung jawab
Tidakkah kau tahu mahkamah mengajarimu untuk ikhlas
Tidakkah kau tahu mesjid mengajarimu untuk tidak riya
Tidakkah kau tahu kamar mengajarimu bertoleransi
Tidakkah kau tahu lapangan mengajarimu merenung pd-Nya
Tidakkah kau tahu teman-teman mengajarimu menyesuaikan diri dg karakter mereka"
Aku menarik nafas sejenak…,
Dan ku balikkan kertas itu lusuh itu.
"………………….kelas mengajarimu ilmu dunia
Tidakkah kau tahu tandziful am mengajarimu bekerja keras
Tidakkah kau tahu paksaan mengajarimu menerima sesuatu yang pahit
Tidakkah kau tahu senam pagi mengajarimu untuk tidak egois
Tidakkah kau tahu bergaul mengajarimu sopan santun
Tidakkah kau tahu belajar malam mengajarimu berkomitmen
Tidakkah kau tahu titipan mengajarimu kejujuran
Tidakkah kau tahu CMBBS mengajarimu segalanya…… Kawan…!
for my self and
for all my beloved friends 1st graduate
CMBBS, Sabtu, 27/10/ -07M 15/10/ -28H"
dan mata inipun hampir menitikan air mata.
berkaca-kaca..
Entahlah kenapa..,
Tak kuasa untuk menahan emosi yang tak dapat kuuraikan dengan kata-kata, yang hanya dengan air mata mungkin bisa. Diriku tak mampu untuk mengembalikan masa itu, walau sebenarnya ku sangat ingin.
Kata-kata dari seorang ustadzkupun terngiang kembali, "Do it know and take it later".
Kata-kata yang mengajariku untuk melakukan perbuatan baik saat ini yang justru dampaknya tak dirasakan pada saat yang sama.
Tapi suatu saat nanti.
Dalam bentuk dan wujud berbeda.
(ah..! speechless. Sebenarnya masih banyak yang ingin diungkapkan, tapi sulit ditulisnya.
Ini nih yg namanya, terasa iya terungkapkan tidak..!)
Sabtu, 03 April 2010
cintai sekedarnya, benci sepatutnya.
Benarlah sebuah mahfudzot (kata mutiara bahasa arab) yang berbunyi “ahbib habiibaka haunan maa ‘asaa an takuuna baghiidhoka yauman maa, wa abgidh bagiidhoka haunan maa ‘asaa an takuuna habiibaka yauman maa”.
Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, karena bisa jadi dia akan menjadi musuhmu suatu saat nanti, dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, karena bisa jadi dia akan menjadi kekasihmu suatu saat nanti.
Mahfudzot itu mengajarkan kepada kita untuk tidak mencintai dan membenci secara berlebihan.
Untuk itulah agamapun melarang untuk menjadi orang yang fanatik (mencintai berlebihan) terhadap sesuatu.
Begitu pula dalam hal membenci sesuatu dan/atau seseorang.
Ternyata hal ini berlaku tidak hanya dalam persoalan kekasih dan musuh, tetapi dalam mencintai/tidak mencintai segala hal.
Entah itu hobi, kesukaan terhadap makanan, minuman, warna, atau apapun itu.
Karena bisa jadi kita menyukai sesuatu hari ini, tapi entah tak ada yang tahu jika kita akan berbalik membencinya suatu saat nanti.
Dan begitu pula sebaliknya.
Alangkah lebih baiknya kita tidak mencintai sesuatu secara berlebihan, fanatik istilahnya dan membenci sesuatu berlebihan pula, anti sebagian orang menyebutnya.
Apapun itu..!
karena bisa jadi suatu saat keadaan itu akan berbalik.
Dan jika waktu itu benar-benar tiba, kita akan malu untuk mengakuinya dan berusaha untuk menutup-nutupi dan menyembunyikannya.
Atau mungkin kita akan mengakuinya dengan mencari seribu alasan yang terkadang kita akan berbohong (mau tak mau untuk menutupi rasa malu) agar orang-orang menerima alasan yang masuk akal dan dapat diterima mereka.
Hal itulah yang menjadi pengalaman Penulis saat ia menjadi salah satu calon sarjana ekonomi.
Padahal saat SMA dulu tak pernah terfikir dalam benaknya sekalipun untuk menjadi seorang calon ekonom.
Saat membaca koranpun, jika telah tiba pada kolom bertulisakan EKONOMI DAN BISNIS, tak pernah ia baca sedikitpun berita di dalamnya.
Ia tak suka pada ekonomi tapi tak pernah ia begitu membenci atau anti terhadap ekonomi.
Andai saja ia benci atau anti saat itu, mungkin saat ini ia takkan bisa menerima apa yang ia jalani saat ini. Atau kemungkinan lainnya, ia menerima dengan penuh keterpaksaan dan mencoba mencari sebuah alasan agar orang-orang yang bertnya, “lho bukannya kamu dulu benci ekonomi??” dapat di jawab dengan jawaban yang mungkin menjurus pada kebohongan. Atau bahasa gaulnya, ngeles..!
Seperti itulah dunia..
(lho..???)