Ini tentang sosok yang mempunyai pengaruh besar dalam hidupku, yang begitu menginspirasiku, semenjak kecilku hingga saat ini.
Ini tentang kakekku, Abdul Mutholib-ku hingga kini. Mahbub bin Abdul Fakar bin Afiq.
Kakekku
adalah pria yang tangguh dan pekerja keras. Masih tersimpan dengan baik dalam
memoriku, saat ia ingin mengelola sebuah tempat yang dianggap tidak bersahabat;
sebuah rawa, dipinggir sawah, cukup jauh dari perkampungan, dibiarkan saja tak
terurus, penuh kubangan tempat mandi kerbau, dikelilingi semak belukar pula. Ceritanya
dia ingin menjadikan tempat itu sebagai
tempat usaha. Orang-orang kampung menyarankan lebih baik cari tempat lain. Tak
usah saja. Banyak yang meragukannya.
Memang
karena sudah wataknya yang keras. Ia tetap ingin mewujudkan keinginannya itu.
Maka berbulan-bulan ia, kedua anak laki-lakinya (yang tak lain pamanku),
kakakku dan aku sendiri mengolah rawa yang sudah tak ada yang mau mengurusnya
semenjak dulu itu. Berhari-hari kami menyingkirkan tumbuhan-tumbuhan rawa yang
ada disana. Berbulan-bulan kami mencangkul, memadatkan tanahnya, mengelola
airnya, membuat irigasi, mendirikan gubuk, memasang listrik, dan menuliskan
plang ‘jual beli ikan dan pemancingan’. Ya, kami berhasil mengubah rawa yang
terkenal tak bersahabat itu menjadi sebuah pemancingan yang ramai dan tempat
berkumpul beberapa warga kampung setiap sorenya. Menjadi tempat nongkrong
bapak-bapak, ibu-ibu yang membawa anak-anaknya bermain.
Dan yang
terakhir, baru-baru ini kakekku yang keras itu mencoba membelah bukit.
Sebenar-benarnya bukit, bukan kiasan. Ya, dia ingin membelah bukit dalam arti
sebenarnya.
Biar
sedikit kujelaskan dengan gambar apa yang kumaksudkan.
Pada gambar itu ada sungai yang berbelok melingkari
sebuah daratan. Ukuran lebar sungai sekitar 5-6 meter, ini adalah salah satu
aliran sungai Ciujung yang melewati kampung halamanku. Hulu sungainya sendiri
ada di Baduy dalam.
Jadi
ceritanya, kakekku ingin mencoba memindahkan aliran sungai Ciujung itu dengan
meluruskannya membelah daratan. Membuat aliran baru untuk sungai. Dalam gambar dengan
menarik garis lurus dari A ke B. Dan daratan itu bentuknya adalah sebuah bukit.
Tinggi bukitnya sekitar 10 sampai belasan meter. Maka artinya ia ingin membelah
bukit.
Aliran
sungai yang berhasil ia pindahkan, ingin ia jadikan tempat pembibitan ikan.
Airnya yang mengalir besar serta jernih sangat cocok untuk itu. Mimpinya ia
ingin seperti apa yang ada di waduk Cirata, di Jatiluhur sana.
Banyak yang
meragukannya, apalagi tempat dibalik bukit itu memiliki cerita mistis yang
cukup terkenal. Banyak pula yang melarangnya untuk tidak meneruskannya. Tapi
kakekku tak bergeming, ia tetap meneruskan.
Ya aku tahu
dia tak lagi muda, tapi yang lebih aku tahu adalah semangatnya masih tetap muda
dan akan terus muda. Katanya, ini pun mimpinya sejak ia muda.
Dan bulan
kemarin, aku sempat ikut menaklukan bukit itu, bersamanya.
Ini
penampakkan bukitnya.
Yang
berdiri paling depan itu kakekku (jika mengacu pada gambar sebelummnya, kakekku
berdiri di B).
Sayangnya, kini dia sakit-sakitan. Akhirnya mamahku memutuskan untuk mengajaknya ke Pandeglang. Kini dia bersamaku di rumah. Semoga dia cepat diberi kesembuhan.
اللّمّ ربّ النّاس أذهب بأس إشفيه أنت الشّافىء لاشفاءًا إلّا
شفائك شفاءًالايغادرسقماً ولا ألماً
Tidak ada komentar:
Posting Komentar