Sabtu, 27 April 2013

Sawarna, Pesona Pantai Selatan Jawa*


“Kata orang kota, disana ada jejak si Kabayan.” Ucap seorang kakek dalam bahasa sunda padaku, sambil menunjuk ke arah Karang Bodas.

Karang Bodas adalah salah satu dari setidaknya lima tempat yang paling sering dikunjungi oleh wisatwan di Desa Sawarna ini, selain Pantai Ciantir, Tanjung Layar, Legon Pari, dan Goa Lalay.

Bodas berasal dari bahasa sunda yang berarti putih, tak lain karena bukit yang menjorok ke arah laut ini sebagian besar terdiri dari karang dan batu cadas berwarna putih. Adapun yang disebut jejak si Kabayan adalah sebuah lubang besar berbentuk tapak. Walau tak mirip tapak kaki. Jejak si Kabayan ini pun sebenarnya adalah sebutan dari wisatawan lokal saja. Sebagian besar warga Sawarna tak pernah tahu tentang keberadaan jejak si Kabayan tersebut.

Sawarna sendiri adalah sebuah desa yang berada di selatan pulau Jawa bagian Barat. Persisnya di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.

Dalam 2 tahun terakhir ini, Sawarna telah menjelma menjadi destinasi favorit bagi wisatawan. Terutama bagi mereka yang terjebak rutinitas sehari-sehari di perkotaan. Tapi aku ada disini hanya karena sebuah rasa penasaran. Maka dengan menggendong carrier kesayangan, aku putuskan untuk backpackeran, sendirian.

Pantai Ciantir menyambut saat pertama datang ke Desa Sawarna, setelah sebelumnya aku harus melewati jembatan gantung, kemudian menembus perkampungan yang penuh dengan homestay hingga hampir pesisir pantai.

Beberapa warung berjejer di tepian pantai, menghadap ke lautan. Keduanya dipisahkan bentangan lautan pasir yang cukup luas untuk sebuah pantai. Bahkan aku temukan gawang bambu yang mungkin digunakan untuk bermain sepak bola.

Selain arealnnya yang cukup luas tadi, pasirnya pun halus, putih juga bersih. Itulah mungkin kenapa pantai ini sering disebut juga Pantai Pasir Putih. Ombaknya pun cukup besar, bahkan sangat besar di waktu-waktu tertentu. Maka tak heran ada spanduk larangan berenang yang di pasang di waktu-waktu tertentu tadi. Ini karena memang pantai ini berada di selatan pulau jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia.

Berjalan beberapa ratus meter ke arah timur menyusuri pantai, ku temukan Tanjung Layar. Dia begitu mempesona. Bagaimana tidak, dua buah batu besar menjulang setinggi kurang lebih 10 meter dan panjang 20 meter juga lebar sekitar 2 meter, berada 30 meter dari garis pantai. Ditambah lagi didepannya ada karang yang seolah menjaga layar ini dari terjangan ombak.

Ke arah timur lagi ada Karang Bodas yang aku ceritakan tadi, kemudian Karang Beureum hingga kemudian Legon Pari. Legon Pari merupakan pantai yang menjorok ke daratan. Pasirnya sekilas tak jauh berbeda dengan di Pantai Ciantir. Aku hanya memandangnya dari kejauhan. hari sudah siang, aku sedikit memutar arah untuk mencari jalan ke Goa Lalay.

Dengan mengandalkan keterangan beberapa warga, dan setelah berjalan kaki sekitar 1 jam, akhirnya aku berhasil menyambangi Goa Lalay. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, walau aku harus menyusuri jalan setapak menembus perkebun warga, meniti pematang-pematang sawah, menyeberangi sungai, melewati jembatan gantung, hingga menyisir kuburan. Menurut warga, ada dua goa sebenarnya di Sawarna ini. Hanya karena masalah waktu, aku sambangi yang ini saja.

Karena Goa Lalay berarti Goa Kelelawar, seharusnya ada kelelawar di dalam goa ini. Tapi yang kutemui hanya stalaktit-stalaktit goa yang cantik yang berjejer apik bersama aliran sungai kecil yang airnya segar sepanjang goa. Namun kata warga memang suka ada kelelawar yang bersarang di gua ini.

Setelah hari mulai sore, aku kembali ke tempat awal dengan mengambil rute yang berbeda. Melemaskan kaki setelah seharian berjalan mengitari Sawarna. Melewati dinginnya hembusan angin laut di atas dipan sebuah warung makan di pinggir pantai.
Pada akhirnya, aku yang sebenarnya tak terlalu menyukai pantai, mengubah statment itu setelah mengunjungi Sawarna.


*Tulisan tahun lalu, sayang kalo ngga dipublish. :D

Tidak ada komentar: