Tidakkah kau sebelumnya memberitahuku perihal kedatanganmu? Meminta izin masuk seperti layaknya seorang tamu. Tidak seperti ini: tiba-tiba berdiri di depan pintu kamar. Hingga membuatku melemparkan pertanyaan, kau ini utusan Tuhan untuk menguji kesetiaan atau memang dikirimkan-Nya untuk menggantikan? Sejujurnya aku heran. Atas pertanyaan itu kau memberikan jawaban sebuah senyuman. Dan aku makin heran.
Lalu sebenarnya kau ini siapa? Tiba-tiba datang lalu membuat tata letak rumahku berantakan. Kau tahu? Kedatanganmu membuat kamarku terguncang. Entahlah! Lihat, aku makin keheranan bukan?
Lalu sebenarnya kau ini siapa? Tiba-tiba datang lalu membuat tata letak rumahku berantakan. Kau tahu? Kedatanganmu membuat kamarku terguncang. Entahlah! Lihat, aku makin keheranan bukan?
Maukah kau bertanggung jawab pada semua ini? Membantuku merapikan kembali tata letak rumahku yang telah kau kacaukan.
Atau begini saja, aku tawarkan padamu sebuah pilihan: menetap di sini bersamaku, atau kembali ke rumahmu layaknya tamu yang datang lalu pergi begitu saja. Karena mungkin kau telah punya rumah untuk ditinggali. Hanya ada dua pilihan: hendak tinggal, atau meninggalkan.
Aku butuh jawaban. Aku pinta sekarang.
Pertemuan kita mungkin memang sudah takdir Tuhan, tapi iyakah jatuh hati padamu juga sebuah suratan? Itu yang semenjak tadi aku pertanyakan.
Untukmu, yang datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar