“Yakin mau lewat sana? Jalur sana tanjakannya serem-serem lho.” Seorang kawan mengingatkan sebelum perjalanan dimulai. Awalnya memang membuat nyali sedikit bergeming. Apalagi setelah menjelaskan jalur yang kami bicarakan terlalu berbahaya dilewati dengan bersepeda. Selain karena sepanjang jalan adalah lebih banyak hutan, juga karena banyaknya mobil-mobil besar yang seringkali lewat jalur yang akan saya lalui. Tapi mengingat ini adalah rencana yang sempat tertunda berkali-kali, kembali saya bulatkan tekad untuk melanjutkan perjalanan ini, seorang diri.
Dengan bismillah, pagi-pagi buta selepas shubuh saya berangkat. Setelah mampir sebentar di Darmaga dan mengayuh beberapa jam lamanya, barulah apa yang diceritakan mulai terasa. Sesungguhnya jauh sebelum ini pun saya pernah melewati jalur ini. Bedanya dulu menggunakan kendaraan umum. Sepanjang perjalanan biasanya saya tertidur pulas karena perjalanan yang cukup panjang. Maka ketika kali ini bersepeda, tak ada kesempatan sedikit pun untuk dapat tidur atau berleha-leha karena berburu dengan waktu untuk menyelesaikan perjalanan hingga sampai tujuan: rumah di Pandeglang.
Selama perjalanan, berkelebatlah segala hal yang justru membuat saya semakin semangat: kelelahan di jalan, ditodong begal, dicuri (atau mungkin diculik? :D), terserempet atau bahkan tertabrak truk atau bus, lalu tak ada yang tahu, dibiarkan begitu saja di pinggir jalan hingga enath kapan ditemukan. Apalagi ponsel saya mati semenjak perjalanan dimulai. Dan celakanya saya sama sekali tidak memberitahu orang tua saya tentang perjalanan ini.
Tapi semua kelabat itu terobati oleh pemandangan yang begitu memanjakan mata: hamparan hijaunya persawahan, bentangan kebun kelapa sawit sejauh mata memandang, kontur perbukitan dengan kelokan jalannya sebagai hiasan, tanjakan-tanjakan dan turunan-turunan curam, hutan yang termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak sepanjang sisi bahu jalan, berselang-seling dengan satu dua pedesaan. Maha karya Allah yang amat mempesona. Dan semua itu membuat saya menikmati perjalanan.
Bentangan perkebunan kelapa sawit menjadi backround |
Hujan yang mengguyur di seperempat perjalanan terakhir mengulurkan jadwal yang sudah tersusun rapi dalam kepala. Setelah kemaghriban di perjalanan dari Rangkas, akhirnya saya dapat menyelesaikan perjalanan yang sudah lama saya rencanakan ini: bersepeda Bogor-Pandeglang.
Untuk seseorang yang baru 3 tahun memiliki sepeda, mungkin jarak 124 km ditempuh seharian cukup membahagiakan diri sendiri. Saya bahkan sempat tak percaya bisa menempuh 124 km dalam sehari. Apalagi jalur yang saya tempuh berkelok-kelok, penuh tanjakan dan turunan yang curam. Maka setelah melalui semua, kini waktunya beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar