Begitu banyak orang belajar dari kesuksesan orang lain, tapi tak sedikit pula orang yang belajar dari kegagalan orang lain. Memang seperti itulah harusnya kita: belajar dari orang lain. Karena benar kata orang-orang, usia kita di dunia tak akan cukup untuk menjalani semua hal dalam hidup.
Pun begitu dengan diriku, aku belajar dari seorang rekan. Aku tak bisa menyebutnya sebuah kesuksesan, juga tak ingin menyebutnya kegagalan.
Pun begitu dengan diriku, aku belajar dari seorang rekan. Aku tak bisa menyebutnya sebuah kesuksesan, juga tak ingin menyebutnya kegagalan.
Masih jelas dalam ingatanku saat itu, akhir 2008, setengah tahun setelah kelulusanku dari SMA, saat aku mendapat berita yang menyentak. Aku terkesiap mendengar kabar dari seorang kawan baik.
Kabar itu membawa ingatkanku kembali ke masa awal SMA, sekitar 3 tahun sebelumnya. Memori tentang rekanku itu, saat kami satu kelas. Dia seperti ingin menyerah saat itu, dan aku yakin dia akan menyerah karena merasa dirinya berada paling rendah. Dia menangis, dia tak tahan. Tapi aku coba yakinkan, sebisaku.. Hingga kemudian dia begitu gigih belajar, segigih-gigihnya. Aku tahu itu. Aku dapati bukti saat kelulusan, dia yang menempati posisi pertama dalam nilai ujian tertinggi.
Ah..! dia begitu hebat. Saat itu aku bangga pada dia sebagai seorang teman. Dia diterima di perguruan tinggi favorit. Sayangnya kebanggaanku itu runtuh saat jelang 2009, dia berhenti kuliah.
Aku sungguh sedih, tak tertahan. Aku yang sebenarnya tak terlalu ingin dan peduli pada bangku perkuliahan, detik itu juga aku menghujamkan sumpah pada diriku, tahun depan aku harus kuliah! Ini semacam dendam, entah pada apa atau siapa. Orang-orang menyebutnya ini dendam pada kehidupan. Aku tak ingin menyebutnya seperti itu. Dendam kok pada kehidupan?
Maka asal kau tahu, rekanku yang satu itu, adalah salah satu alasan, -dari sekian banyak alasan, dulu aku bisa bertahan hingga lebih dari 10 semester perkuliahan. Lalu lulus dengan predikat yang katanya amat memuaskan.
Aku ingin mengingat masa-masa perjuangan yang penuh kegigihan itu di tanah Madani, tanah perjuangan. Maka salah satu alasan juga kembalinya aku ke Cahaya Madani adalah untuk mengingat masa penuh perjuangan.