"Tentu. Setiap orang pasti punya sisi gelap dalam hidupnya, Kawan. Pun begitu dengan diriku. Punya sisi gelap dalam hidup yang pernah kujalani. Bahkan sisi tergelap aku menganggapnya. Dan aku merasa cukup sekali saja merasakannya. Aku tak ingin mengulanginya lagi. Cukup sekali aku terjatuh di lubang itu. Sekali! dua kali tak perlu." Jawabnya tegas dan panjang lebar. Rasa-rasanya curhatan ini akan menjadi semakin dalam.
"Bagaimana kau menyikapinya?" Aku memancing.
"Entahlah, semua memori itu ingin aku ikat erat-erat, kumasukan dalam peti, lalu ku gembok. Kumasukan dalam peti yang berbeda, lalu ku gembok lagi. Kumasukan dalam peti lagi, dan ku gembok lagi. Lalu ku rantai dan ku gembok untuk terakhir kalinya, dengan gembok baja. Lalu peti itu kubawa ketengah lautan Pasifik, tepat di palung Mariana, palung terdalam dunia. Aku jatuhkan disana. Dengan pemberat tentunya. Keempat kunci gemboknya ku ikut sertakan. Ah, tidak! Aku lebur saja dalam tungku pandai besi." Pancinganku dapat. Panjang lebar ia jelaskan. Lebay sih, tapi dapat kuterima.
Ingin ku lemparkan pertanyaan tentang maksud masa gelapnya itu. Tapi sebelum itu kulakukan, ia kembali meneruskan. Kalimat-kalimatnya tadi ternyata belum selesai.
"Atau dengan cara lain, file-filenya ku kumpulkan kedalam satu folder, ku delete. Ku buka recycle bin nya. Ku empty-kan recycle bin itu. Dan Recuva aku format agar tidak dapat mencari file-file itu. Lalu kemudian aku install ulang laptopnya. Ah, atau ku jual saja ya? Tidak, tidak. Aku masih memerlukannya."
Dia lengah, ini kesempatanku melempar pancingan kedua.
"Sudahlah, kawan.. Aku telah menjatuhkannya ke dasar lautan. Mungkin sekaran sudah sampai. Tak usah kau berusaha mengambilnya kembali. Akan sulit. Sulit sekali." Dia tak mengizinkanku melempar joran pertanyaan selanjutnya.
Walaupun sebenarnya aku ragu akan pernyataan terakhirnya itu, tapi sepertinya dia memang sudah tak ingin membicarakannya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar